PERSEPSI DAN PENGARUH BUDAYA TERHADAP KEHAMILAN
Pada dasarnya
masyarakat mengkhawatirkan masa kehamilan dan persalinan. Masa kehamilan dan
persalinan dideskripsikan oleh Bronislaw Malinowski menjadi fokus perhatian
yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Ibu hamil dan yang akan
bersalin dilindungi secara adat, religi, dan moral dengantujuan untuk menjaga
kesehatan ibu dan bayi. Mereka menganggap masa tersebut adalah masa
kritiskarena bisa membahayakan janin dan/atau ibunya. Masa tersebut direspons
oleh masyarakat dengan strategi-strategi, seperti dalam berbagai upacara
kehamilan, anjuran, dan larangan secara tradisional (Malinowski, Bronislaw,
1927: 76 dalam Khasanah, 2011).
Permasalahan yang cukup
besar pengaruhnya pada kehamilan adalah masalah gizi. Permasalahan gizi pada
ibu hamil di Indonesia tidak terlepas dari faktor budaya setempat. Hal ini
disebabkan karena adanya kepercayaan-kepercayaan dan pantangan-pantangan
terhadap beberapa makanan. Kepercayaan bahwa ibu hamil dan post partumpantang
mengkonsumsi makanan tertentu menyebabkan kondisi ibu post partumkehilangan zat
gizi yang berkualitas. Sementara, kegiatan mereka sehari-hari tidak berkurang
ditambah lagi dengan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan yang
sebenamya sangat dibutuhkan oleh wanita hamil tentunya akan berdampak negatif
terhadap kesehatan ibu dan janin.
Kemiskinan masyarakat
akan berdampak pada penurunan pengetahuan dan informasi, dengan kondisi ini
keluarga, khususnya ibu akan mengalami resiko kekurangan gizi, menderita anemia
dan akan melahirkan bayi berat badan lahir rendah. Tidak heran kalau anemia dan
kurang gizi pada wanita hamil cukup tinggi terutama di daerah pedesaan.
Dapat dikatakan bahwa
persoalan pantangan atau tabu dalam mengkonsumsi makanan tertentu terdapat
secara universal di seluruh dunia. Pantangan atau tabu adalah suatu larangan
untuk mengkonsumsi jenis makanan tertentu, karena terdapat ancaman bahaya
terhadap barang siapa yang melanggarnya. Dalam ancaman bahaya ini terdapat
kesan magis, yaitu danya kekuatan superpower yang berbau mistik yang akan
menghukum orang-orang yang melanggar pantangan atau tabu tersebut. Tampaknya
berbagai pantangan atau tabu pada mulanya dimaksudkan untuk melindungi
kesehatan anak-anak dan ibunya, tetapi tujuan ini bahkan ada yang berakibat
sebaliknya, yaitu merugikan kondisi gizi dan kesehatan.
Budaya pantang pada ibu
hamil sebenarnya justru merugikan kesehatan ibu hamil dan janin yang dikandungnya.
Misalnya ibu hamil dilarang makan telur dan daging, padahal telur dan daging
justru sangat diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan gizi ibu hamil dan janin.
Berbagai pantangan tersebut akhirnya menyebabkan ibu hamil kekurangan gizi
seperti anemia dan kurang energi kronis (KEK). Dampaknya, ibu mengalami
pendarahan pada saat persalinan dan bayi yang dilahirkan memiliki berat badan
rendah (BBLR) yaitu bayi lahir dengan berat kurang dari 2.5 kg. Tentunya hal
ini sangat mempengaruhi daya tahan dan kesehatan si bayi.
Di daerah pedesaan,
kebanyakan ibu hamil masih mempercayai dukun beranak untuk menolong persalinan
yang biasanya dilakukan di rumah. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengungkapkan
bahwa masih terdapat praktik-praktik persalinan oleh dukun yang dapat
membahayakan si ibu. Sebuah penelitian menunjukkan beberapa tindakan/praktik
yang membawa resiko infeksi seperti “ngolesi” (membasahi vagina dengan rninyak
kelapa untuk memperlancar persalinan), “kodok” (memasukkan tangan ke dalam
vagina dan uterus untuk rnengeluarkan plasenta) atau “nyanda” (setelah
persalinan, ibu duduk dengan posisi bersandar dan kaki diluruskan ke depan
selama berjam-jam yang dapat menyebabkan perdarahan dan pembengkakan)
(Iskandar, Meiwita B. 1996: 54 dalam Khasanah, 2011).
Pemilihan dukun beranak
sebagai penolong persalinan pada dasarnya disebabkan karena beberapa alasan,
antara lain dikenal secara dekat, biaya murah, mengerti dan dapat membantu
dalam upacara adat yang berkaitan dengan kelahiran anak serta merawat ibu dan
bayi sampai 40 hari. Walaupun sudah banyak dukun beranak yang dilatih, namun
praktek-praktek tradisional tertentu masih dilakukan. Di daerah pedesaan,
keputusan terhadap perawatan medis apa yang akan dipilih harus dengan
persetujuan kerabat yang lebih tua atau keputusan berada di tangan suami yang
seringkali menjadi panik melihat keadaan krisis yang terjadi.
Sumber:
Khasanah, Nur. 2011. Dampak Persepsi Budaya Terhadap Kesehatan
Reproduksi Ibu dan Anak di Indonesia. Dalam Muwazah, Vol. 3, No. 2,
Desember 2011.
Comments
Post a Comment